Saturday, January 23, 2010

welcome to Thailand


Saatnya jalan2 nyebrang ke Thailand lewat border Rantau Panjang Kelantan. Batas keduanya hanya jembatan panjang sekira 30 meter, bisa menyebrang naik ojek atau bahkan jalan kaki pun bisa seperti kami......

Kota terdekat adalah Sungai Golok,
cerita detail dilengkapi kapan2 aja,
soalnya masih sok sibuk dikit....

Landing di Kelantan, kok sepi ya


Petualangan baru dimulai lagi.....

Mau ngubek2 Kota Bharu (Negeri Kelantan), Rantau Panjang, dan masuk Thailand.....

Saat landing di airport Sultan Yahya Petra, kesan pertama: kok sepi ya, orang dikit banget, pada kemana ya....

Saturday, January 2, 2010

Kota Sabang (Pulau Weh) ujung barat Indonesia



Gak terencana dari Aceh, begitu di Pantai Ulee Lheue kok liat kapal feri siap berangkat. Tanya orang kapal mau kemana? Dah, takpikir panjang akhirnya kami ikutan ajalah lah. Alhamdulillah nyampe juga diriku di Kota Sabang, Pulau Weh. Ujung barat Indonesia.....

Cerita Aceh dan Pulau Weh....
mohon maaf belum sempat dilengkapi,
ada gawean sekolah belum selesai

Pelabuhan Ulee Lheue, eh ikut kapal yuk.....





Nama Pelabuhan Ulee Lheue sering kita dengar adalah merupakan salah satu pantai yang terburuk dihantam tsunami Aceh 2004. Lokasinya sekira 10 km dari pusat kota Banda Aceh. Kami naik labi2 (angkot) dari terminal Keudah yang dekat dengan hotel ke Pelabuhan Ulee Lheue bayar seorang Rp 6000, sekira 20 menit. Angkot disini penumpang berada di belakang.

Pelabuhan Ulee Lheue kini sudah berbebah jadi bagus, walaupun pembangunan masih berjalan dan belum selesai. Rumah-rumah baru semua, awalnya habis kena tsunami seperti disiarkan dalam televisi maupun surat kabar, juga gambar2 yang masih bisa kami temui di beberapa tempat di Aceh. Ada kuburan masal di Ulee Lheue yang menjadi tempat istirahat terakhir ribuan korban. Sempat pula kami mampir di Masjid Baiturrahim Ulee Lheue, satu2nya bangunan tersisa di kawasan tsb saat tsunami.

Sesampainya turun angkot di pelabuhan Ulee Lheue, perhatian kami serta merta beralih, dari indahnya pelabuhan yang sedang tumbuh menuju ”kapal itu mau kemana ya, ikut yuk”. Saat itu terdapat dua kapal yang bersandar, yang satu kapal fery yang besar dah siap berangkat, yang satu kapal cepat yang kayaknya masih sepi penumpang. Tanya sana-sini orang di sekitar, lalu ke loket dan ada wartawan pula yang baik hati menjelaskan.

Ternyata kapal-kapal itu mau ke Pulau Weh, kota Sabang. Sontak, rasa pengin itu menggelora, mumpung dah sampai sini. Ditambah lagi informasi bahwa pulau Weh (pulau sedikit menyerupai kayak huruf W) adalah pulau paling barat Indonesia, disana ada ujung KM 0 bagi NKRI (ingat dari Sabang sampai Merauke). Kalau sudah ke kota Sabang, maknanya kapan2 tinggal ke kota Merauke hehe lengkap dah dari Sabang sampai Merauke.

Kami segera mengkonfirmasi tiket dan jadwal berangkat, kalo Feri BRR perjalanan 2 jam Rp 18.500/28.000/36.500 (ekonomi/bisnis/eksekutif), adanya tinggal kelas eksekutif. Kalau Speed boat Pulo Rondo 45 menit Rp 65.000/75.000/85.000 (bisnis/eksekutif/VIP). Kita cari yang segera dan dah siap berangkat aja, yaitu fery BRR eksekutif @ Rp 36.500.

Nggak nyangka, ke Sabang pula kami, alhamdulillah.

Mengelilingi Baiturrahman; dapat peta, sarapan, souvenir



Suasana pagi banyak yang berfoto-foto ria juga [mungkin juga pendatang dan pelancong kayak kami]. Setelah puas foto diluar dan di dalam masjid, saatnya kami berurai keluar masjid. Kalo hotel kami disisi utara masjid, saatnya sekarang kami berurarai ke selatan masjid.

Eit, ada toko souvenir Aceh, boleh dong untuk referensi belanja nanti siang ato sore, terutama tas utk oleh saudara2 istri, kami mborong banyak bangets.
Sambil jalan2 lagi, terlihat di ujung jalan ada bangunan menarik kayak museum tsunami, tanya orang, alhamd ternyata benar dugaan kami, jarak hanya sekira 500 meter di selatan Masjid Baiturrahman.

Namun semuanya keinginan jalan2 ditunda dulu, saatnya makan lontong sayur dan hagatnya teh Rp 16.000 berdua di warung sebelah barat masjid sambil baca koran Seranbi Pase, koran lokal Aceh. Tak lupa disisi barat masjid ada Pasar Atjeh, pasar tertua di Banda Aceh.

Alhamdulillah, sekarang sekeliling daerah sisi masjid dari 4 penjuru (timur-barat, utara-selatan) sudah kita kuasai hehe.

Kami benernya sebelum berangkat telah berusaha mencari peta Aceh dan khususnya Banda Aceh, namun belum mendapatkan yang lengkap dengan resolusi tinggi. Alhamd, deket hotel saat jalan pulang, kami menjumpai toko buku, ada disana peta Aceh propinsi dan Kota Banda Aceh @ Rp 28.000. Lumayan untuk memantapkan arah dan tujuan selama di Aceh.

Alhamd pula, abang penjaga toko sangat ramah menjawab pertanyaan2 kami seputar tempat-tempat tujuan yang bisa kita singgahi, terutama untuk mengenang tsunami 26 Desember 2004 (6 tahun lalu). Kami juga tanya sedikit banyak terkait dengan angkutan-angkutan untuk mencapai tujuan2 tsb. Ada becak motor, penumpang max 2 orang ada di samping [di Medan juga ada] bisa mengantar kemanapun kita pergi dengan tarif biasa sesuai jarak. Ada labi-labi (angkutan kota) berbagai penjuru dengan tarif murah, terminal ada di Keudah dekat (sekira 300m) dengan hotel kami.

Depan hotel pula kami dapatkan toko souvenir aceh, lumayan untuk membandingkan harga dan saling melengkapi koleksi souvenir.

Shubuh di Masjid Baiturrahman





Kami dah siap jam 5 pagi untuk sholat Shubuh di Masjid Baiturrahman, tapi kok tidak terdengar adzan ya, mestinya dalam perhitungan kami belum kelewat. [Kami perkirakan, jika sebulan lalu di Jogja Shubuh jam 3.50, mungkin di Aceh karena jauh lebih barat mungkin shubuh jam5]. Namun kami tunggu lama takda adzan, akhirnya jam 5.10 kira-kira baru adzan, dah ngitu ngaji lama, o.. maknanya yang tadi adalah adzan awal sebelum adzan shubuh beneran.

Saat itu jamaah sudah ramai, banyak yang dah sholat fajar dan berdoa, sambil diiringi lantunan bacaan ayat Al Quran yang merdu. Tepat jam 5.30, dikumandangkan adzan shubuh yang sangat merdu dan mendayu-dayu, panjang sekali tarikan nafas sang bilal. Kemudian dilanjutkan sholat shubh berjamaah dan ceramah pagi.

Masjid Baiturrahman dalamnya terasa besar dan sangat megah, banyak tiang semakin memantapkan bangunan tersebut. Jamaah ramai walaupun shubuh apalagi sholat wajib lain. Cuman sayang toilet sangat terbatas, sedangkan tempat wudhu banyak tapi kurang bersih dikit, mungkin saking banyaknya pengunjung.

Friday, January 1, 2010

Jembatan Aceh; cantik warna warni lampu





Menikmati malam hari, setelah isya, kami jalan2 di kompleks masjid Baiturrahman. Tambah bagus aja ini masjid di malam hari dilengkapi dengan sinar lampu, subhanallah.

Kami lalu jalan kaki menyusuri jembatan Sungai Aceh, wow keren banget. Jembatan kayaknya masih baru dan kokoh. Yang lebih menarik lagi adalah lampu-lampunya di atas jembatan, juga tiang-tiang lampu di atas jalan yang artistik.

Eh, takcukup disitu, di pinggir-bawah jembatan seolah untuk menerangi kapal yang lewat, ada disitu lampu warna-warna yang indah banget membuat warna-warni air sungai, juga memberikan efek bangunan-bangunan deket sungai sehingga tampak berubah-ubah warnanya.

Di seberang jembatan ternyata daerahnya juga ramai banget. Ada tugu di tengah simpang lima (gaktahu tugu apa ya namanya?). Ada banyak tempat makan, ada waterboom, ada hotel juga [tapi lebih mahal euy]. Ada mall Pante Pirak yang ramai benget, orang kemruyuk disitu, kayak suasana mau lebaran. Ada juga tempat kongkow2 anak muda. Kami cuma lewat aja, jalan kaki, dan mampir di mall sebentar untuk beli buah, makanan, minuman, pakaian untuk persediaan selama 3 hari.

Cari Hotel, utara Masjid, samping Pasar Atjeh




Setelah Masjid Baiturrahman, perburuan selanjutnya adalah mencari tempat bersandar dan berlabuh untuk menginap. Berdasarkan informasi kasir di warung padang, ada hotel di kanan masjid, samping Bank BRI.

Kami sisir jalan disamping utara masjid, takhenti2 kami foto masjid. Subhanallah, melewati pasar Atjeh yang terletak persis di sebelah kanan masjid. Ini juga salah satu icon Banda Aceh. Pasar Atjeh khas dengan toko emas yang sangat banyak (sayang jalanan berdebu karena jalan rusak). Kalo malam banyak orang jualan baju dll seperti pasar malam. Yang juga khas adalah beberapa pedagang (susur?) menempati rumah2an kecil yang bagus banget motifnya.

Nah, masuk sedikit dari pasar Atjeh, di Jl. Cut Meutia, disitu ada Hotel Lading [awalnya kami dengernya Hotel Aladin]. Takada hotel lain yang kami lihat di dearah situ. Kayaknya ini memang hotel satu2nya dan terbesar di daerah situ. Lokasinya bagus, depan sungai Aceh, dekat dengan fasilitas perbankan, masjid, pasar,..

Tarif termurah, kamar tanpa AC dengan 3 tempat tidur Rp 150.000, sedang jika menggunakan AC Rp 225.000. Superior room Rp 300.000, dan paling mahal family/deluxe room Rp 350.000. Untuk mencoba rasa dan meningkatkan rasa syukur, kami gunakan yang murah pada malam pertama dan yang mahal pada malam kedua.

Berdasarkan informasi dari resepsionis, Hotel Lading dulu kena tsunami juga, tinggi air sampai 3 meter menenggelamkan bangunan lantai 1 pada bangunan 4 lantai tersebut. Alhamd takada korban jiwa saat itu karena semua orang langsung naik ke lantai 4.

Saatnya mandi dan rehat sejenak, kenalan dengan Banda Aceh dilanjutkan lagi ntar malam.

Masjid Besar Baiturrahman




Dari Airport memakan waktu sekira 30 menit naik mobil ke Masjid Baiturrahman di pusat kota Banda Aceh. Subhanallah bisa menikmati indahnya alam Aceh. Subhanallah kami benar-benar berada di kompleks Masjid Besar Baiturrahman, sekarang kami benar2 disini, bukan hanya liat di gambar atau di televisi.

Masjid Besar Baiturrahman berada di pusat kota dan merupakan icon utama Banda Aceh. Subhanallah sedemikian megahnya Masjid Besar Baiturrahman. Ruangan majid sangat besar, halaman sangat luas, ada 4 pintu dari 4 penjuru masjid.

Menurut cerita banyak sumber, saat tsunami masjid ini terbebas dari hembasan air tsunami, padahal tepat di luar bangunan masjid, tepatnya di bagian kolam air depan masjid, bahkan diluar pagar masjid, berserakan sebegitu banyak manusia maupun puing2 atau barang2 yang terseret tsunami dari pantai. Pantai terdekat dan terparah dilanda tsunami adalah pantai Ulee Lheue yang berjarak sekira 10 km.

Banyak pendatang maupun penduduk yang mengunakan areal halaman dan rerumputan masjid untuk mengadakan silarurahmi ataupun sekedar bincang-bincang dan makan bersama. Kami juga taksabar untuk mencicipi makan di bumi Aceh, segera mencari warung makan. Untuk kemudian hunting mencari tempat berlabuh (penginapan/hotel).

Alhamdulillah terlihat ada warung padang persis di depan gerbang timur masjid, tempat menginjak kaki saat pertama kami turun dari taxi. (warung Padang gakpapa, yang jual orang Jawa gakpapa, tapi makannya khan tetep di Aceh). Alhamd enak banget. Rp 30.000 berdua, rata2 segitu harga sekali makan di Aceh.

Untuk sementara yang ditampilkan adalah foto2 dari area luar kompleks masjid, foto yang lebih bagus dari pelataran masjid, bahkan di dalam masjid,.... sabar dulu yah.

Maafkan kami pak sopir taxi, smg pahala bagi dirimu

Icon yang terbayang di benak kami ketika mendengar Banda Aceh adalah Masjid Baiturrahman. Yah begitulah, akhirnya saya dan istri memutuskan untuk pertama-tama menuju ke Masjid Baiturrahman di pusat Kota Banda Aceh.

Tapi sayang sekali, di internet maupun di airport SIM, saya tidak mendapatkan peta detail beserta pilihan angkutan untuk memudahkan meng-eksplore keindahan Aceh.
Di Airport, (mungkin ada, tapi) kami gak liat ada taxi bener2 ada tulisannya ”TAXI”, gaktahu dimana kaunter taxi, juga tak tahu persis bayar berapa kalo ke kota (ada kawan bilang; taxi Rp 25.000, angkutan kota Rp 10.000 tapi harus keluar dulu dari arena bandara).

Tatkala ada orang setia mengikuti kami keluar airport, menawarkan jasa taxi Rp 70.000, saya jadi heran, kok mahal ya. Kami juga ditunjukkan satu lembar tarif resmi (dia bilang begitu) bahwa Airpot-Kota Rp 70.000, gaktahu benar-tidaknya.

Akhirnya kami rehat dulu di kursi pengunjung di luar, eh masih dikuntit. Mau ke toilet juga dikuntit, wah setia sekali bapak ini cari penumpang. Akhirnya kami coba tawar dan dapat harga Rp 50.000. saat itu kami senang berhasil menawar.

[namun akhirnya kami menyesal, kenapa kami pelit banget saat itu. Padahal tarif Rp 70.000 kayaknya itu memang tarif resmi, soalnya ketika kami coba tanya ke resepsionis hotel tempat kami menginap saat kami mau balik minta dicarikan taxi ke airport, harganya memang segitu. Maafkn kami saudaraku, semoga menjadi pahala kebaikan bagimu, amien]

Airport Banda Aceh: Sultan Iskandar Muda

Cerita tentang Aceh, saya mulai dari Airport. Nama airport diambil dari nama Pahlawan Besar dari Aceh, yaitu Sultan Iskandar Muda (SIM). Airport SIM ini terletak di daerah Blang Bintang, masuk Kabupaten Aceh Besar. Kab. Aceh Besar sangat luas, daerahnya melingkupi Kota Banda Aceh di sisi timur-barat dan selatan.

Airport SIM sangat bagus dan megah, padahal pembangunan belum selesai. Terbayang, betapa indahnya kelak jika benar-benar telah selesai semua pembangunannya, bisa jadi bandara termegah di Sumatera. Landasan pacu juga panjang banget. Ruang check-in bagus, ruang tunggu bagus lengkap dengan seni atap dan tiang-tiangnya. Halaman parkir sangat luas.

Thn baru ke Banda Aceh




Alhamdulillaahi rabbil 'aalamien....
Kami mendarat dengan selamat di Airport Sultan Iskandar Muda (SIM) dengan penerbangan Air Asia AK 305 Kuala Lumpur to Banda Aceh, perjalanan sekira 1.5 jam. Subhanallah, kesampaian juga akhirnya saya dan istri menginjakkan kaki di bumi Aceh, tanah rencong, Serambi Mekah, provinsi paling ujung utara-barat Republik Indonesia.

Tahun baru 2010, seperti biasa kami lewatkan biasa saja, takpernah menantikan teriakan/kongkow2 anak-anak muda, terompet, ataupun kembang api yang mubadzir. Justru, kami lebih suka jalan2 aja menikmati indahnya karunia Allah, berupa kekayaan alam dan budaya Indonesia, soalnya penjelajahan Malaysia sudah kelar.

Jika Tahun baru 2009 lalu kami ke Tanjung Balai Karimun dan Batam (Prov. Kepulauan Riau), tahun baru 2010 kami ke Banda Aceh (Prov. Nanggroe Aceh Darussalam). Untuk tahun2 selanjutnya akan diselesaikan seluruh daerah dari provinsi Aceh hingga Papua, dari kota Sabang sampe Merauke.

Ingat Aceh, ingat Masjid Besar Baiturrahman, tsunami 26 Desember 2004 (6 thn lalu), Pulau Sabang (lagu: dari Sabang sampe Merauke), dll..... semua ada disana dan Alhamdulillah bisa kami kunjungi.

[perjalanan dan pengalaman kami akan diceritakan dalam beberapa postingan bertahap disela-sela writing thesis; kalo lagi tak mood nulis thesis, energi positif dilarikan ke nulis blog]