Tuesday, October 19, 2010

Menemani hari-hari pak Anton Submit Thesis

Alhamdulillah selama seminggu (3 minggu sebelumnya dia sendiri) menemani pak Anton bimbingan tiap hari dengan Supervisor, menemani membuat dan memperbaiki thesis tiap sore dan malam hari di rumah p Reza (karena kami dah homeless di JB), hari ini jam 15.15 dah bisa submit thesis ke SPS. Alhamdulillah, lega rasanya. Barakallah utk pak Anton. Tinggal nunggu viva.

Tuesday, October 12, 2010

Jilid Thesis beres, tinggal urus wisuda

Ada waktu 3 minggu yang diberikan SPS untuk nyerahkan thesis jilid dan CD @ 3 buah, tapi karena diselingi jalan-jalan ke Eropa, saya hanya punya waktu tersisa 2 hari (Senin-Selasa, 11-12 Oct) untuk jilid thesis. Masalahnya bukan jilid thesisnya yang sudah saya print, yang membuat deg-degan adalah minta tanda tangan pengesahan.

Alhamdulillah, Senin pagi (11/10) supervisor langsung tanda tangan karena perbaikan thesis sudah dicermati oleh internal examiner dan memang sudah tidak perlu perbaikan berarti, hanya ada kesalahan sedikit pada penomoran equation dan penulisan equation. SPS pun juga sudah membuatkan surat yang menyatakan bahwa thesis saya sudah dianggap selesai dan sudah bisa untuk dijilid.

Yang membuat ketar-ketir adalah pengesahan abstract (English dan Melayu) oleh fakulti, lumayan menguras pikiran. Sein siang, pejabat Dekan yang mau menandatangani sedang keluar kampus, belum pasti jam berapa datangnya, waduh padahal hari ini juga harus dijilid. Mau dijilid dulu, takut ntar ada perubahan. Kalo gak dijilid sekarang, takut besok gakjadi.

Akhirnya gambling, jilid sekarang saja dan kalo ada perubahan ntar disisipkan, alhamdulillah penjilidan mau dan bisa menyisipkan sekiranya ada halaman yang ada perubahan, dengan tambahan @ RM 2 per lembar yang disisipkan. Kalo jilid sehari @RM30, kalo normal perlu waktu 2 hari @RM25.

Akhirnya jam 5 sore baru dapat kabar bahwa pejabat dekan belum mau tandatangan karena masih ada yg perlu dibaiki. Malam saya baiki dengan pak Anton, pagi dibaiki lagi dengan supervisor, siang dibaiki lagi dengan internal examiner, lengkap dech. Akhirnya disetujui dan saya bawa ke penjilidan untuk disisipkan.

Selasa (12/10) jam 3.15 sore CD 3 buah dan jilidan 3 buah akhirnya saya serahkan ke SPS, alhamdulillah diterima, selesailah sudah masalah thesis, alhamdulillah waktu yang cuma 2 hari tersisa bisa menyelesaikan semuanya. Tinggal nunggu urusan untuk daftar wisuda.

Thursday, October 7, 2010

Terkesan Eropa 4: Sholat, makan, harga

1. Sholat, Mesti Ingat Sendiri
Salah satu yang berkesan di Eropa adalah tiadanya muadzin di masjid yang memanggil kita untuk sholat, karena memang masjid/musholla suangat jarang ditemui. Gak ada terdengar suara adzan akhirnya juga tidak tahu waktu jam berapa manakala kita tidak perhatikan jam. Kita mesti bener-bener mempersiapkan perbedaan kebiasaan ini dengan menyiapkan jadwal sholat sendiri, atau bisa lihat di www.islamicfinder.org. Untuk tempat sholat, kalo pas di hotel tak masalah untuk sholat, tapi ketika perjalanan mau tidak mau mesti sholat di atas kendaraan.

2. Nasi dan Makanan Indonesia
Alhamdulillah, kekhawatiran tidak ketemu nasi tidak terbukti. Awalnya saya sudah bertekad akan siap dengan jenis makanan apapun yang ada disana. Maklum, masih Jawa banget, kalo belum makan nasi belum serasa kenyang. Tapi untuk 2 minggu ini saya dah siap makan apapun, baik di pesawat maupun selama jalan-jalan. Tapi karena ketemu nasi, ya nggak nolak lah, terutama di Belanda sangat banyak bisa dijumpai. Bahkan banyak masakan Indonesia.

3. Harga
Harga di Eropa lebih kurang sama dengan harga di Indonesia ataupun di Malaysia, atau Singapore. Angkanya lebih kurang sama, cuma nilainya yang jauh beda. Hal ini berlaku utk sewa hotel, makan, transport, cinderamata, dll. Alhamdulillah kami sudah lama tinggal di Malaysia dan sudah tidak banyak peduli dengan konversi kurs ketika membeli/membayar sesuatu. Padahal kadang dengan barang yang sama, di Indonesia harga Rp 10,000, di Malay harga RM 10 (senilai Rp 30,000), di Singapore SGD 10 (senilai Rp 70,000), atau di Eropa harga 10 euro (senilai Rp 120,000). Yah begitulah harga di Eropa=Singapore=Malaysia=Indonesia. Intinya, siapkan uang sebanyak2nya biar cukup kalo beli apa2 hehehe.

Terkesan Eropa 3: Beda Bahasa Tetap Bisa Berkomunikasi

Salah satu yang kadang nggak pede dan kepikiran ketika belum berangkat ke Eropa, mengukur kemampuan diri sendiri, ntar ngomongnya disana gimana ya? Bahasa Inggris pas2an, kursus bahasa Jerman 1 semester dah gak ada yang nyanthol, bahasa Belanda dan Bahasa Prancis jauhhh.... Tapi kadang hati terhibur dengan satu ungkapan: yang penting bisa berkomunikasi (saling paham), bagaimanapun caranya, walaupun dengan kemampuan bahasa yang terbatas.

Perjalanan telah memberikan kesempatan kepada kami untuk belajar berkomunikasi, baik dengan pramugari (minimal urusan makan, minum, dll) maupun komunikasi dengan penumpang lain (seperlunya). Alhamdulillah lancar. Check in/urusan lain di kaunter, naik pesawat KLM Kuala Lumpur – Jakarta dan pesawat Emirates Jakarta-Dubai-Amsterdam, semua lancar. Lancar disini maksudnya kami minta makan/minum apa, dikasih seperti permintaan hehe.

Bicara dengan bahasa berbeda atau pakai bahasa tubuh alhamdulillah akhirnya juga lancar selama jalan2; check in hotel, bayar karcis, beli pulsa, beli makan, dll. Alhamdulillah karunia Allah dengan bahasa tubuh hehe.

Terkesan Eropa 2: Uni Eropa, Semangat Menjadi Satu

Melewati laut sekalipun antar negara Eropa betul-betul terasa dekat dan jadi satu negara. Ada bus yang pemesanannya online (misalnya www.eurolines.com) yang rutenya menjangkau seluruh Eropa, bahkan lebih. Juga ada kereta api cepat antar negara (misalnya www.thalys.com), juga menawarkan jasa transportasi melewati laut sekalipun. Betul-betul semua kota serasa dekat seperti Amsterdam, London, Berlin, Barcelona, Roma, Paris, Moskwa, dll

Satu lagi yang luar biasa adalah semangat menjadi satu (uni) yang merekan wujudkan dalam kenyataan adalah tanpa adanya pos imigrasi formal di setiap perbatasana antar negara. Belanda-Belgia-Prancis-Jerman-dll semua yang berbatasan tidak ada petugas imigrasi yang menghadang. Hanya kadang random check dilakukan. Betul2 nyaman tidak mesti naik-turun cop imigrasi. (sambil membayangkan betapa enaknya keliling ASEAN pun demikian, mungkin gak ya kedepan?)

Terkesan Eropa 1: Public Transport, Oke Bangett

Ketersediaan/banyak pilihan public transport yang disediakan untuk pengguna. Kemudahan akses betul-betul diperhatikan sehingga dimanapun tempat kita bisa serasa dekat jika memerlukan kendaraan umum. Hal ini juga didukung dengan ketepatan waktu yang luar biasa, bukan hanya untuk kereta api. Bahkan, tram dan bus yang menggunakan jalur umum (kadang juga kena macet sebentar, naik-turun penumpang dll) untuk sampai di setiap halte dan tujuan selalu tepat waktu. Betul-betul nyaman untuk merencanakan perjalanan.

Selain ketepatan waktu, juga ketepatan informasi yang disediakan di website dengan mesin pencari informasi rute, seperti kalo di Belanda www.9292ov.nl dan di Berlin www.avg.de. Kemudahan informasi didapatkan ketika kita minta advice pada halaman website tersebut, misal kita dari titik A mau ke titik B, maka dengan lengkapnya kita akan disuguhi informasi bagaimana dan arah mana kita ke halte/stasiun terdekat, naik apa, arah mana, ganti dimana, jalan kaki, dll sampai detail berapa menit waktu yang digunakan masing-masing potongan rute, hebat bener.

Terkait dengan tiket, kalo di Belanda menyediakan fasilitas OV Chipkaart yang seperti kita punya duit prabayar, bisa kita gunakan card tersebut (selama masih ada saldo minimal) untuk naik train, bus, tram, metro, dll. Kalo di Berlin dan Paris bisa pakai tiket harian (6.5 euro di Berlin sudah zone ABC) atau tiket one-way, harian, mingguan ada di Paris. Kalo pakai kendaraan sendiri, jalan tol di Belanda free, Jerman juga, kecuali Paris mesti bayar.

Wednesday, October 6, 2010

Selamat Tinggal Eropa

Saatnya kami meninggalkan Eropa, balik ke habitat asal. Alhamdulillah banyak pengalaman yang berkesan (ada pada postingan Berkesan 1-2-3-dst). Tentu kesan disini adalah apa yang kami alami dan rasakan yang cuma dua minggu, mungkin bagi orang lain yang pernah kesana, terlebih yang lama tinggal disana (mungkin saja) hanya merasa biasa saja, tidak terkesan, atau bahkan merasa sebaliknya, wallahu a’lam.

Kami pulang naik Emirates dari Schipol Airport Amsterdam menuju Dubai. Di Dubai International Airport, penuh orang Indonesia, terutamanya para TKI yang pulang/dipulangkan dari Arab, Kuwait, dll negara Timur Tengah. Penerbangan dilanjutkan naik Emirates Dubai-Jakarta.

Ada sedikit masalah ketika di Jakarta, pindah naik KLM Jakarta-Kualalumpur. Ternyata dibatasi setiap penumpang hanya boleh punya 1 bagasi dengan berat max 23 kg,...sementara ketika naik Emirates kami bawa 5 bagasi....alamak, gimana nih, ribet amat. Dimampatkan kedalam dua bagasi tetep gakmuat, akhirnya 1 bagasi titipkan kawan di Jakarta yang menemui kami karena ada titipan untuknya. Pengalaman pahit....

(Semua pakai perhitungan local time):
5/10 Jam 5 sore di Amsterdam
6/10 Jam 1 malam di Dubai, jam 4 pagi terbang
6/10 Jam 5 sore landing di Jakarta, terbang ke Kuala Lumpur jam 8 malam
6/10 Jam 11 malam sampai Kuala Lumpur

Alhamdulillah secara umum lancar perjalanan dan selama di Eropa.
Sungguh pengalaman berharga bagi kami, alhamdulillah….
Terimakasih semua doa dan bantuan temen2...

Saatnya ................istirahat tidur panjang

Monday, October 4, 2010

Dari Berlin balik Amsterdam

Cukup sudah kami di Berlin, rasanya belum puas, tapi kami mesti menepati jadwal yang telah ditentukan. Kami mesti balik ke Amsterdam.

Waktu terbatas, sore kami mampir di rumah pak hendra, eh kami malah diantar naik taxi pak/bu Hendra ke terminal Berlin ZOB. Alhamdulillah, tidak terlambat dari jadwal jam 21.30. Ternyata bus terlambat berangkat. Mungkin karena menunggu ada 2 ibu-ibu, pun demikian hebatnya, ternyata bus tetap sampai Amsterdam tepat waktu esok paginya jam 8. Wah elok tenan untuk urusan tepat waktu, jadwal di Belanda, Jerman, Prancis sama aja top banget.

Ketika check ini pada sopir (lagi-lagi hanya berbahasa Jerman), terpikir olehku minta tolong Pak Hendra untuk memastikan bahwa bus akan tiba di Amsterdam dulu, kemudian baru Den Haag. Ternyata betul. Kalo demikian, walaupun tiket kami ke Den Haag, kami minta turun di Amsterdam saja, sebab flight dari Amsterdam-Dubai-Jakarta. Alhamdulillah boleh takda masalah. Alhamdulillah pula perjalanan lancar takda halangan berarti, bisa tidur nyenyak.

Terima kasih pak/bu Hendra atas ampiran, makanan, jalan-jalan, dan semuanya, jazakallah kk.

Menikmati Berlin, 2nd day




Hari ini saatnya kami mandiri berpetualang di kota Berlin. Pagi kami keluar hotel jalan2 dan terdekat (sekira 500m) kami menuju Checkpoint Charlie, ternyata kecil tak sebesar Brandenburger Tor.

Lalu jalan kaki dilanjutkan ke Gendarmenmarkt, Museumsinsel, dan Schloss Charlottenburg. Juga mampir ke museum Deutches Historisches. Ya semua gedung-gedung tua yang saya juga taktertarik untuk mengexplore isi di dalamnya. Cuma sebatas sudah pernah kesana, dah lewat depannya, foto-foto, dah cukup lah.

Kami banyak menikmati dengan jalan kaki biar kenal lebih dekat, menyusuri singai. Kalo sedang capek, barulah kami naik bus, tram, S-bahn, U-bahn, semua kita coba dengan tiket harian 6.50euro. Enak banget, semua transportasi mudah, terintegrasi, halte atau stasiun dimana-mana mudah dijangkau sehingga nyaman bagi pelancong.

Untuk belanja kami sambil lalu, kalo ada yang cocok barang dan harganya kita beli. Juga beli-beli barang di sepanjang sungai deket museum, jalan Turmstrasse, sambil mencari makan lagi-lagi ketagihan di makanan Lebanon (Restoran Al Reda). Koper karena dah penuh, kami beli lagi di Europa Centre 25euro, sayang kualitasnya kurang bagus. Duh, jadi berat gini bawaan kami.

Malamnya, kami mesti mengucapkan selamat tinggal Berlin, kami akan kembali ke Belanda lagi.

Sunday, October 3, 2010

Keliling Kota Berlin (sesi sore)




Sore hari kami istirahat sebentar di rumah Pak Hendra. Perjalanan pulang taklupa kami lewat stasiun pusat kereta api (Berlin Hauptbahnhof) dari stasiun Brandenburger Tor. Makan siang di Restoran Lebanon Al Reda di jalan Huttenstrasse dengan pilihan menu nomor 1 (Kubidah), enak banget. Saya yang takbiasa coba-coba makanan yang aneh2, eh untuk makanan ini langsung habis bis. Alhamdulillah sedapnye.

Tak lupa, untuk menunaikan sholat, Pak Hendra mengajak kami ke Masjid Al Falah Berlin, punya komunitas temen2 Indonesia di Berlin. Jumpa juga beberapa temen yang sedang kerja atau sekolah disana. Dari masjid tersebut cukup jalan kaki untuk mencapai rumah pak Hendra.

Sebelum mengantar kami ke Etap Hotel (60 euro) di Alhalter strasse, kami sempat singgah di Menara TVRI-nya Jerman (Fernsehturm), juga melihat Jam Berputar di kompleks Postdamerplatz dekat AlexanderPlatz.

Seperti anak kost yang diantar bapak-ibu, kami diantar ke hotel hingga masuk kamar, juga dibawain makanan dan minuman oleh pak/bu Hendra, wah wah baik banget saudara kami ini, keberkahan semoga Allah curahkan kepada mereka, amien3x.

Keliling Kota Berlin (sesi siang)







Alhamdulillah, jalan2 hari ini ditemeni Pak/Bu Hendra, guide yang takperlu diragukan karena telah 10 tahun tinggal di Jerman. Sekali naik dari U-bahn terdekat (Turmstrasse) ke Zoologischer Garten, sampailah kami di kompleks belanja Europa Centre.

Angkutan umum di Berlin memang lebih variatif. Ada bus, tram, S-bahn, dan U-bahn (U=under). Beli tiket harian di Berlin zona A/B 6.20euro (tengah kota aja), kalo zone A/B/C 6.50euro. Dengan satu tiket tersebut bisa untuk naik kendaraan jenis apapun dalam hari tersebut. So, nggak usah pusing2 kalo mau jalan2 naik kendaraan di kota Berlin.

Pertama kami mengamati gereja buntung (Kaiser-Wilhelm-Gedachtniskirche) yang patah bagian atas karena dulu di bom oleh USA saat perang dunia. Kebuntungan tetap dipertahankan. Sebentar kami juga masuk mall Eropa centre yang terdapat Jam Air. Juga mampir foto ke menara Siegessaule.

Perburuan interest place selanjutnya adalah gedung parlemen Jerman (Reichgstag). Hari ini 3 October adalah hari penyatuan Jerman sehingga akan diadakan acara di kompleks parlemen. Saat kami datang, sedang diadakan latihan musik, mungkin acara puncaknya adalah nanti malam. Hari-hari biasa, kompleks parlemen ini biasanya terbuka untuk umum, pengunjung bisa masuk ke dalam bangunan. Berhampiran di depan gedung parlemen juga terlihat gedung Kanselir Jerman.

Tak jauh dari gedung parlemen, kami melihat garis bekas tembok Berlin yang memisahkan Jerman barat dan Jerman Timur. Lalu kami segere ke Brandenburger Tor, kayaknya check point antara Jerman Barat dan Jerman Timur.

Injakkan kaki di Berlin (Jerman)



Kami relatif tenang ke Berlin dibanding kemarin ke Paris yang sama sekali tidak punya teman dan tidak punya bayangan Paris kayak apa, mau kemana aja, dan bagaimana transportasinya. Sekarang ke Berlin tambah pede, dah ke Paris aja bisa kok.

Lagian, sebelum berangkat ke Berlin, kami dah kontak dengan Pak Dr.-Ing Suhendra, temen lama yang dulu daftar dosen UAD bersama-sama tahun 1999 akhir, jadi dosen 2000 awal, daftar S2 ITB 2000 awal, dan kuliah S2 di ITB agustus 2000. Sekarang dia dan istrinya tinggal di Berlin sejak 2001 dah 10 tahun, menyelesaikan sekolah dan kerja di Jerman. Dia akan jemput kami di terminal, so tenang je.

Perjalanan alhamd lancar. Jam 8.15 bus kami berhenti di terminal Berlin ZOB (Zentraler Omnibus Bahnhof). Datanglah Pak Hendra menjemput, alhamdulillah setelah sekira 10 tahun tak jumpa, kami sekarang bertemu di Berlin. Kami langsung diajak mampir ke rumahnya yang rindang, asri, dan hening.

Ke rumah pak Hendra kami naik kereta api. Terminal Berlin ZOB deketnya ada stasiun Kaiserdamm (S-bahn) dan Messe Nord/ICC (U-bahn). Ke rumah pak Hendra terdekat adalah stasiun Turmstrasse (U-bahn).

Duduk sebentar, mandi, lalu disuruh sarapan soto, sambil kangen2an, wow mantap tenan enaknya. Bu Hendra adalah dokter jadi bisa ngobrol banyak dengan istri. Kemudian, saatnya keliling kota Berlin.

Saturday, October 2, 2010

Den Haag ke Berlin


Kami dah siap perjalanan lagi, saatnya ke Berlin ibukota Jerman. Karena sudah biasa dan familiar dengan tempat nunggu dan bus yang dipakai (Eurolines), maka kami tak perlu datang awal sangat, secukupnya aja untuk menunggu. Setelah bus ke London, Stockholm, dll datang dan pergi, datanglah bus kami ke Berlin jam 22 kurang 5 menit.

Lho kok sepi sangat, belum ada penumpang satupun. Setelah kami berdua lapor ke sopir, bagasi kami ditandai, lalu kami masuk bus, bus langsung berangkat lagi. Lho, penumpang cuma 2 orang, pikirku. Udah gitu, kok tiketnya dikembalikan, padahal kemarin pas ke Paris tiket diambil dan dibawa sopir. Taulah nantti, bingung juga karena kedua sopir berbahasa Jerman, gakbisa bahasa Inggris, tunggu aja ntar gimana. Tenang je.

Dalam perjalanan kami baru mengira-ira, oh mungkin kami ini dijemput dari Den Haag, untuk ke Berlin lewat Amsterdam (kantor pusat). Den Haag ada di selatan Amsterdam, so kalau dari Den Haag mau ke Paris ya tinggal terus aja ke selatan (terpikir: o... critanya kemarin kita yang diampiri oleh bus dari kaunter pusat di Amsterdam).

Sekarang kita mau ke timur (Berlin), lewatnya dari Amsterdam terus ke timur. Karena Den Haag ada di selatan Amsterdam, mungkin kita diambil dulu dan dibawa ke Amsterdam untuk sampai di pool kantor pusat.... o.... gitu tho kira2 ceritanya.

Ternyata benar, kita sampai di kaunter/terminal Eurolines di kompleks stasiun Amstelstain. Banyak penumpang yang sudah nunggu bus kita. Lagi-lagi, komunikasi dengan dua sopir berbangsa dan berbahasa Jerman. Saya dah kursus bahasa Jerman 1 semester tapi kok nggak ada yang saya inget ya, maafkan kami cikgu Busyro di UTM.

Dengan bahasa tubuh, perlu waktu lama kami mencerna, lalu kami pahami kira2 mungkin maksudnya seperti ini. Dia nunjuk2 kaunter (menyuruh kami turun dari bus menuju kaunter utk check in), mutar kunci dengan menulis angka 30 (oh, pintu bus akan ditutup, selama 30 menit atau kita dikasih waktu 30 menit) hehe.... gini caranya kalo bicara dengan lain bahasa. Tapi alhamdulillah lancar semua, check in lancar, kembali ke bus alhamdulillah dapat prioritas pertama naik bus karena kami penumpang lama (dari Den Haag).

Perjalanan ke Berlin relatif lama, sekira 10 jam. Sekira 2 jam perjalanan dari Amsteram ke arah timur, setelah melewati Utrecht (masih Belanda), kami dah masuk Jerman.

HP saya bunyi SMS jam01.43; Welkom in Duitsland. Uw tarief voor bellen naar Nederland en lokaal is 0.46 p/m, gebeld worden 0.18 p/m en versturen sms 0.13. Prijzen zijn in euro incl. BTW, afgerond op 2 decimalen. Noodoproep naar 112 is gratis info? SMS prijs naar 5545. Groeten, T-Mobile.

Ternyata masuk negara manapun di Eropa, tarif telpon ke Belanda sama (kira2 saya artikan begitu aja ya hehehe).

Keliling Den Haag lagi



Sampai Den Haag masih pagi jam 5. Badan kami sangat capek dan perlu istirahat, maklum berturut-turut hanya tidur di perjalanan dalam bus. Kami mencoba untuk mencari hotel dekat Den Haag Centraal tapi tidak dapat. Akhirnya kami ke Centrum naik tram, asal jalan alhamdulillah dapat hotel pertama dan bagus. Hotel Wahdo, di kawasan China Town, bersebelahan (sekira 50 meter) dengan Masjid Masjidil Aqsa.

Teringat ceritanya kawan, orang China memang hebat dalam membangun jaringan bisnis dimanapun tempat. Bahkan hebat juga dalam kemampuan loby sehingga mereka punya kawasan China (China Town) dimana-mana, semangat kebersamaan mereka luar biasa untuk membangun komunitas. Orang Indonesia juga banyak dimana-mana, khususnya di Belanda, tapi kok belum/gak bisa seperti mereka. Kita mesti belajar banyak sama mereka.

Alhamdulillah kami boleh check ini pagi sehingga malam jam20 dengan tarif 1 hari 110euro. Ternyata kamarnya luar biasa besar. Mungkin inilah kamar hotel terbagus yang saya tempati selama jalan-jalan. Ruangan tidur luas ada disebelah, dibatasi kamar mandi ada ruangan satu lagi adalah ruang kerja/belajar...ckckckck bagus banget. Kalo gak ada acara ntar malam mau ke Berlin, rasanya pengin berlama-lama nginap di hotel ini.

Walaupun punya kamar hotel bagus, tapi keinginan untuk jalan2 tak terbendung juga. Kesekian kalinya, kami tak bosan2nya menyusuri kota Den Haag. Masuk mall yang satu ke mall yang lain, belanja ini itu yang sekiranya cocok. Bawaan penuh beli koper lagi, murah tapi bagus (promosinya: sedang diskon besar, harga awal 45 menjadi 19euro).

Taklupa ada Albert Heijn beli makanan, minuman, dan buah untuk persiapan perjalanan ke Berlin. Ketemu juga toko India jual berbagai makanan Indonesia, ada mie instan Indomie. Ealah ada juga tho, harga 40sen euro (Rp 5ribu).

Taklupa ke warung Turki untuk beli makan yang ada nasinya.....

Friday, October 1, 2010

Good bye Eiffel, dari Paris balik Den Haag



Pulang ke Belanda sudah tenang. Untuk urusan naik metro sampai ke terminal dah gakperlu ragu/bingung lagi. Karcis metro yang dibelikan Mas Fajar dah habis pun takmasalah, kami sudah berani beli di kaunter. So, karena perhitungan kami masih ada waktu cukup, kami sempatkan untuk melihat dan foto2 Tour Eiffel di malam hari, alhamdulillah cantik.... Good bye Eiffel.. Good bye Paris.

Kemudian kami bergegas menyiapkan diri ke terminal bus Gallieni. Check in di kaunter dan ngomong dengan sopir walau dia pakai bahasa Prancis ya anggap aja saling paham. Alhamd semua dan beres siap balik ke Den Haag, bawaan tambah berat rasanya beli ini itu di Paris. Sambil nunggu bus berangkat, kenalan dan ngobrol lama dengan Ms Aishah dari Belgia. Benernya bahasa dia adalah Prancis, tapi sikit-sikit boleh lah bahasa English. Jadinya nyambung dech ngomongnya.

Perjalanan bus Paris-Den Haag alhamdulillah lancar. Sempat di Belgia (atau dah masuk Belanda), saat istirahat sambil bus isi minyak, ada petugas imigrasi masuk bus utk pemeriksaan dokumen. Alhamdulillah lancar takda masalah berarti. Saya merasa betapa petugas imigrasi tersebut (sekira 5 personel) tidak galak, lebih kepada saran. Seperti ada di sebelah kanan tidak membawa paspor tapi hanya semacam KTP, disarankan: lain kali bawa paspor. Ada juga di bagian belakang tidak memiliki visa dengan alasan hanya transit, juga dilepaskan dan dikasih saran: jika benar hanya transit, tak boleh berlama-lama ya daripada nanti ada masalah.

Alhamdulillah lancar, sampai ke Den Haag Belanda lagi

Pemandangan Paris




Pemandangan Paris terasa indah, kayaknya nggak betul betul amat. Tidak sebersih dan serapi yang kita bayangkan. Lalu lintas pun juga tidak rapi, banyak klakson bersahutan. Banyak pedagang asongan cinderamata di pelataran sekitar menara Eiffel yang kadang terasa mengganggu walaupun kadang juga terbantu. Pelataran taman panjang di sekitar Eiffel bukan halus tapi terbuat dari tanah berkerikil. Tapi okelah bisa dinikmati sebab baru sekali liat hehe

Kota Paris lumayan besar dengan bangunan yang tinggi dan kelihatan modern. Banyak gedung2 tua dan museum2 menghiasi kota (sayangnya lagi kita belum suka yang namanya museum). Yang terkenal museum Louvre sekalipun kita sudah cukup berpuas hati sampai di pintunya saja. Tiket masuk 9.5euro.

Kalo suka belanja mah sangat dimanjakan. Mungkin juga termasuk kebiasaan orang Indonesia apa ya yang suka belanja, dimanapun tempat perbelanjaan, bahkan juga pedagang asongan, dekat Louvre dll tempat2 belanja yang kita lalui, banyak mereka menawarkan kami: ”mari-mari, murah-murah, silahkan dipilih”. Wah, ternyata orang Prancis yang ganteng dan cantik2 juga bisa bahasa Indonesia hehehe.

Teringat ganteng dan gagah, yah begitulah kebanyakan mereka. Tapi hati-hati jika bawa anak, mereka suka ciuman di mana-mana... wah bahaya nih. Apa ini yang dikatakan Paris sebagai kota romantis ya, dikit-dikit ciuman, nggak peduli di dalam metro, di jalan, dll. Apa mereka gak kuat ya untuk menahan ciuman setelah sesampainya di rumah, kenapa mesti di jalanan ckckck.

Ditambah kaget juga diriku, ketika perjalanan mendekat ke menara Eiffel atau dimanapun selama jalan-jalan di kota Paris, banyak patung2 vulgar, baik laki-perempuan, dewasa-anak2. Para pemahat patung mungkin bingung menentukan desain pakain untuk setiap patung yang trend modenya berubah cepat, karena bingung mending gak usah dikasih baju aja hehe. Wah bahaya nih kalo bawa anak kecil.

So berhati-hatilah kalo ke Paris....

(gambar: Kota Paris diambil dari lantai 2 menara Eiffel)

Tour Eiffel, Paris




Yang terbayang oleh kami, Paris atau bahkan Prancis adalah menara Eiffel atau Eiffel Tower. Kadang lihat peta ada tulisan Tour Eiffel, saya kira program tour ke menara Eiffel, ternyata Tour (Prancis) maknanya adalah Tower.... oooo (kira2 begitu maksudnya)

Naik metro, kami cari jurusan Eiffel dengan angle terbaik turun aja di stasiun Trocadero. Subhanallah, pemandangan cantik (waktu sampai disitu masih pagi banget, jam 6.30). Kalo urusan piknik kok semangat banget ya hehe.

Mungkin baru ada taksampai 5 orang di pelataran tersebut ada yang motret-motret (turis). Eiffel, akhirnya kesampaian juga kami melihatmu dari dekat dan akan naik . Sayangnya, kadang keasyikan kami beristirahat dan foto-foto diganggu oleh pedagang asongan yang menjual cinderamata... Wah, kok kayak Indonesia aja nih banyak pedagang asongan, banyaknya terutama imigran dari Afrika kayaknya. Tapi kadang juga berpikir, kasihan mereka, khan mereka juga dalam rangka ikhtiar cari rejeki yang halal, saya harus memahami.

Kami puaskan foto-foto dari jarak jauh, lalu jalan mendekat. Sekalian setelah jam 9-an kami naik ke latai 2, bayar 8.50 euro/orang. Wah, takut banget rasanya. Kalo lantai 3 paling atas istri gak berani naik.

Welcome to Paris (Perancis)


Jam5 pagi, sampailah kami di terminal bus Gallieni Paris.... total perjalanan sekira 7 jam. Sewaktu masuk terminal, ada 2 bus ngantri, sopir (mungkin memberitahu) bicara dalam bahasa Prancis, tapi kami nggak tahu maksudnya, liat yg lain juga masih duduk dalam bus, kami ikut aja. Kemudian ketika akhirnya bus masuk parkiran bawah gedung, semua turun, kami ikut2an.

Nah, sampailah kebingungan itu menimpa kami. Kok orang ada yang ke kanan, ke kiri, lurus, trus kami ikuti yang mana ya? Hehe... Akhirnya kami memperhatikan dulu peta yang terpampang di dinding, memahami ini peta apa, sedang dimana, mau kemana, naik apa dsb. Jalan-jalan ke Paris memang kurang persiapan banyak bekal data/informasi/peta karena search internet sebelumnya hanya fokus di Belanda. Sementara Paris dan Berlin baru buka2 internet disela-sela rehat di hotel, pun begitu hanya ngandalkan daya ingat dan save file, karena takda printer. Tapi bismillah aja.

”Assalaamu’alaikum” Terdengar suara seorang mendatangi kami lalu berkenalan. Beliau bernama mas Fajar, dosen UNDIP Semarang yang lagi sekolah di Paris, barusan dia dari Belanda juga karena dua anak dan istrinya (lg sekolah di Groningen). Subhanallah, pertolongan Allah lewat mas Fajar menghampiri kita.

Teringat beliau menyampaikan perumpamaan: ”kita bagaikan punya ladang, mau kita tanami apapun atau kita biarkan saja ladang kita, suka-suka kita. Saya melihat bahwa kalian berdua orang Indonesia yang sedang perlu pertolongan, yah inilah ladang saya untuk berbuat baik. Bukan karena Indonesia-nya, tapi karena saya mengerti dan paham bahasanya untuk bisa memberikan pertolongan”.

Akhirnya beliau banyak memberikan penjelasan bagaimana seharusnya di Paris. Kita jangan kaget kalo orang Prancis tidak suka atau tidak bisa bahasa Inggris, mereka bangga dengan bahasa mereka sendiri. Kita juga mesti hati-hati dengan copet. Dll.

Yang paling penting tentunya adalah kami diberi penjelasan ada dimana dan mau kemana. Beliau yang sudah 5 tahun sekolah di Paris sudah fasih dengan bahasa Prancis, beliau beli tiket metro (sama dengan LRT di Kuala Lumpur atau MRT di Singapore). Kami dibelikan 10 tiket utk sehari, katanya kalo beli eceran @ 1.70Euro, tapi kalo beli 10 tiket hanya 12 euro. Sekali naik untuk satu tujuan (walaupun ganti-ganti train, asal belum keluar station) cuma perlu 1 tiket.

Kami juga diajari bagaimana pakai tiket, bagaimana mencari rute, dan ditunjukkan dalam peta metro mana-mana tempat terdekat yang sekiranya layak dan perlu dikunjungi (Eiffel, Louvre, dan musem2 lainnya). Alhamdulillah, kami dah biasa di Malay dan Singapore jadi gak asing banget. Cuma satu: tidak ada kata exit, adanya Sortie....

Terima kasih banyak Mas Fajar, semoga Allah berikan balasan yang jauh lebih baik dari Allah karena telah ”menggarap ladang” dengan baik, semoga diberikan kemudahan dan kelancaran dalam penulisan thesis (katanya mesti dalam bahasa Perancis). Kata Mas Fajar: ”dulu saya belajar bahasa Inggris setengah mati karena susahnya, ternyata setelah ketemu bahasa Prancis, baru tahu ternyata bahasa Inggris jauh lebih mudah daripada bahasa Prancis”

Tanpa Check Paspor, Welcome to Belgia

Tahu-tahu HP kita bunyi ada SMS jam00.07 (setalah 2 jam perjalanan dari Den Haag); Welkom in Belgie. Uw tarief voor bellen naar Nederland en lokaal is 0.46 p/m, gebeld worden 0.18 p/m en versturen sms 0.13. Prijzen zijn in euro incl. BTW, afgerond op 2 decimalen. Noodoproep naar 112 is gratis info? SMS prijs naar 5545. Groeten, T-Mobile.

Lho berarti sekarang dah masuk Belgia, kapan keluar-masuk Imigrasi Belanda-Belgia? Waduh jangan-jangan kami ketiduran gak ke imigrasi? Disaat-saat bingung, kami mencoba untuk cuek aja menikmati alam Belgia di malam hari. Pikirku, alhamdulillah, kami dah masuk satu negara lain lagi di Eropa.

Dan tak lama kemudian, HP saya bunyi SMS jam02.58 (setelah 3 jam masuk Belgia); Welkom in Frankrijk.Dst sama persis dengan SMS sewaktu masuk Belgia. Walah, sekarang dah masuk negara Prancis. Oh berarti memang dengan adanya Uni Eropa betul2 menghilangkan fungsi imigrasi di tiap batas negara, wah luar biasa semangat kebersamaan dan saling percaya diantara negara2 tersebut.

Kami merasakan betapa enaknya dengan Schengen visa yang berlaku utk 25 negara, ternyata kalo masuk negara lain gakperlu cop imigrasi. Beda dengan dalam sehari kita mesti keluar-masuk imigrasi jika dari Johor mau ke Jogja melalui Singapore. Kapan ya kebersamaan seperti Uni Eropa itu terjadi diantara negara-negara ASEAN?