Monday, November 22, 2010

Adik Suranto lulus MM

Alhamdulillah pagi ini dapat kabar bahwa adik Suranto dah pendadaran Magister Manajemen di Pangkal Pinang, lulus dengan nilai A. Sekarang dah boleh pakai gelar baru SURANTO, S.SOS., M.M. dan sebentar lagi naik pangkat. Barakallah.


Alhamdulillah, S2 dalam 3 semester, seangkatan lulus pertama, nilai tertinggi IPK 3.98. Alhamdulillah perjuangan keras sekolah sambil bekerja telah usai, menanti perjuangan selanjutnya. Semoga sukses selalu, amien3x.

Wednesday, November 17, 2010

Idhul Adha di Wisma Duta KBRI KL

idul Adha hari ini spesial bagi kami berdua, sebab baru kali ini menginjakkan kaki di rumah dinas dubes RI; Wisma Duta Jl. U Thant.

Bermula ajakan bu Marwan yang menggandeng kami beserta pak/bu Sulistyo UPM, Bu Cut Dien (drg kakak kelas istri) utk sholat ied bersama. Lalu silaturahmi ke rumah P Sulistyo di deket kampus UPM (ikut rombongan bus PPI UPM) dan ke Bu Nurma (Dr farmasi UPM).

Sunday, November 14, 2010

Selamat Tinggal Medan

Sampai di Medan dijemput pak Giyanto di terminal Amplas. Alhamdulillah dalam perjalanan menuju rumahnya, kami diampirkan lewat Universitas Negeri Medan (UNIMED, dulu IKIP Medan), Universitas Amir Hamzah, tak lupa masuk kampusnya, yaitu STIPAP.

Silaturahmi sebentar dengan keluarga pak Giyanto. Alhamdulillah komplit, mertua dan kakak-kakak iparnya. Bahkan ibunya pak Giyanto (asli Muntilan) juga sedang disana, sedang seneng-senengnya kelahiran cucu keduanya. Disuguh makan khas Medan, ikan masak asit (bener gak namanya?), enak banget. Dah gitu dibawain Teri Medan, Bika Ambon, dll. Wah lha kok malah ngrepoti akeh timen, jadi malu, padahal kami gak bawa oleh-oleh...

Terimakasih sangat pak Giyanto atas jemputan, anteran, jamuan, oleh-oleh, dll. Semoga Allah balas dengan balasan yang jauh lebih baik. Amien3x. Semoga kesuksesan dan kebarokahan Allah berikan kepadamu dan keluarga, amien3x.

Saatnya meninggalkan Medan. Alhamdulillah urus bebas fiskal mudah, cuma nulis form nama dan alamat di Luar Negeri. Airport tax juga Cuma Rp 75.000.

Pulau Samosir; Tomok




Di Tomok kami sebentar saja. Menunggu boat berangkat, kami liat-liat pemandangan dan belanja. Satu yang terlewat, makam raja penghuni awal Pulau Samosir tidak disinggahi, kalo gaksalah dulu takjauh dari pelabuhan Tomok tapi lupa tempatnya.

Nyebrang ke Ajibata, hanya suruh bayar Rp 8.000 berdua. Langsung kami cari bus ke Medan lagi. Good bye Danau Toba....

Pulau Samosir; Tuktuk






Saatnya sore menjelang malam hari menikmati indahnya Tuktuk Pulau Samosir. Liat pemandangan, liat danau yang luas tenang, jalan-jalan, foto-foto makan di warung muslim di belakang hotel, beli souvenir, dll. Malam hari suasana di Tuktuk sangat tenang dan benar-benar enak untuk istirahat, melepas penat.

Pagi hari udara sangat cerah dan segar. Sayang kami hanya punya waktu sebentar, tak sempat sewa motor untuk keliling Pulau karena takcukup kalo gak seharian. Setelah jalan2 secukupnya, takperlu nunggu breakfast di hotel, kami menuju ke Tomok naik ojek Rp 50.000 berdua, sekira 15 menit.

Saturday, November 13, 2010

Menuju Danau Toba





Perburuan selanjutnya adalah Danau Toba. Tahun 1999 pernah kesana tapi masalah sejarah dan data tetap kurang hafal. Kalau gak salah merupakan danau tertinggi di dunia (terhadap permukaan air laut) dan terbentuk karena meletusnya gunung berapi (gaktahu berapa ratus/ribu/juta tahun yang lalu). Ada Pulau Samosir, pulau di tengah-tengah danau (mungkin satu2nya pulau di tengah danau?).

Dari Medan kami menuju terminal Amplas (dulu terdengar sangar dan menakutkan, sekarang lumayan). Ada bus Intra dan Sejahtera yang melayani Medan-Parapat (terminal Ajibata), biaya Rp 22.000 non-AC, cari yang ber-AC gak ada. Perjalanan sekira 5 jam (175an km) dari Kota Medan melewati Lubuk Pakam Kab Deli Serdang, Sei Rampah Kab. Serdang Bedagai, Kota Tebing Tinggi, Kab Simalungun, Kota Pematang Siantar. Hati-hati jaga jantung selama perjalanan karena sopir tak menghiraukan rambu/marka jalan, terobos sana terobos sini, klakson sana klakson sini, wah ngeri banget kalo belum biasa...

Jam 3 sore sampailah kami di pantai Danau Toba, masih bersih seperti dulu. Danau tapi serasa laut luasnya, tapi air tawar. Takut kemaleman, kami langsung cari boat ke Pulau Samosir, bayar Rp 7.000, sekira 30 menit. Boat ada yang arah ke Tomok (th 1999 saya kesana), sekarang kami ambil yang arah ke Tuktuk. Kapasitas boat kami sekira 50 orang (alhamd kenalan dengan Mas Sugeng dari Purworejo yang dah 21 tahun kerja di PTPN Asahan, dia piknik bersama teman2 kantor). Kalo Feri (besar, bisa mengangkut mobil dll) ada di dermaga lain.

Boat kami mengantar ke setiap hotel/cottages sesuai permintaan kita. Kami sudah memesan online via internet di Tabo Cottages Tuktuk, Superior Rp 215.000/night. Dapat info saat berita wisatawan Jerman yang terpesona dengan Danau Toba, akhirnya menikah dengan pemuda setempat lalu tinggal, salah satunya usahanya adalah buka cottages di Pulau Samosir.

Sepanjang perjalanan naik boat dan sesampainya di hotel, terlihat dan terdengar banyak orang bule yang fasih bahasa Indonesia, bahkan bahasa Batak, luar biasa. Seneng banget melihatnya bahwa mereka cinta dan krasan dengan Indonesia tanah air beta.

Istana Maimun



Istana Maimun dibangun oleh Sultan Maimun Al Rasyid tahun 1888 yang hanya berjarak 200 meter dari Masjid Raya tak lupa kami singgahi. Hamparan rumput luas di depan istana membuat udaranya seger banget. Jeprat-jepret sepuasnya, sayang pagi belum bisa masuk kedalam istana. Rumah yang berisi Meriam Buntung pun juga masih tutup. Karena pernah masuk istana tersebut, jadi bisa kebayang isinya kayak apa dan menceritakannya pada istri sehingga gak penasaran banget.

Kami takberlama-lama di Medan kota. Saatnya cari pulsa, sarapan, mandi dan kemas-kemas check out menuju ke Danau Toba. Naik angkot dan becak motor (becak samping) menuju terminal bus.

Masjid Raya Al Mashun Medan




Alhamdulillah, pak Giyanto memesankan hotel persis di samping Masjid Raya Al Mashun Medan, dibangun oleh Sultan Deli tahun 1906. Tampak luar seperti Masjid Raya Baiturahman Banda Aceh, tapi ukurannya lebih kecil. Di depan masjid (maksudnya di depan area Imam) terdapat makam-makam keluarga Sultan Deli. Teringat diriku pernah singgah di Masjid ini tahun 1999 yang lalu bersama Sehat Abdi Saragih (Teknik Mesin UIR Pekanbaru, 1994), tapi sekarang saya kehilangan kontak dengan dia.

Selepas shubuh dan foto-foto di Masjid Raya dari berbagai sudut, saatnya jalan-jalan melemaskan kaki melihat pemandangan di kota Medan, menyusuri empat jalan di perempatan masjid tersebut. Kota yang bagus dan segar di pagi hari, tapi sayang beberapa trotoar terasa kurang nyaman bagi pejalan kaki, banyak lubang jika tidak hati-hati bisa terperosok ke selokan.

Friday, November 12, 2010

Terbang ke Medan, jumpa kawan lama




Tiket murah AirAsia (KL-Medan pp RM 66 sudah berdua dengan istri) ada dalam genggaman sekira 6 bulan lalu, saatnya kami gunakan sekarang. Takeoff jam 21.00 dan nyampe jam 20.45 (lho, kok nyampe sebelum berangkat??? hehe jam 20.45 medan = 21.45 KL). Yah, terbang cuma 45 menit, alhamdulillah lancar.

Airport Polonia Medan berada di tengah-tengah kota, airport lumayan besar dan bagus juga. Medan adalah kota terbesar di luar Jawa dengan penduduk lebih dari 12 juta jiwa. Denger2 sedang dibangun airport yang berada di luar kota dan lebih besar sebagai pengganti di Kab Deli Serdang. Bersama kami banyak terlihat anak2 Malaysia yang kuliah di USU (banyak mhs asal Malaysia yang ambil fakultas kedokteran).

Alhamdulillah di airport kami dapatkan free map dan lebih dari itu, kami dah dijemput mobil Pak Giyanto. Dia adalah teman lama kost di Jogja yang sekarang dah sukses di Medan. Jadi pak dosen STIPAP (Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Agribisnis Perkebunan) dan sedang S2 Teknik Kimia di USU (Universitas Sumetera Utara).

Check in hotel samping Masjid Raya Medan, mutar-mutar kota Medan di malam hari, masuk kompleks kampus USU, dan makan malam.... Itulah acara kami. Alhamdulillah kami dapat bertemu lagi setelah pertemuan terakhir tahun 2001 (waktu itu saya kerja di CPI Duri, Riau). Saat itu kami berangkat ke Medan bersama-sama dari Pekanbaru, awal mula dia akan meniti karir di Medan, diajak teman kost kami di Jogja juga (Baihaqi). Alhamdulillah, pahit dan berlikunya jalan hidup telah dia tempuh, sekarang saatnya memetik hasilnya. Kerja mapan, karir bagus, dah punya 2 anak; perempuan dan laki-laki. Alhamdulillah, barakallah untuk pak Giyanto.

Teringat pak Giyanto ketika bercerita tentang 3 teman seperjuangan yang merantau di Medan lalu pada memutuskan kembali pulang kampung, hanya pak Giyanto yang bertahan. Dia merasa kepalang basah sudah di Medan. Kesabaran dan ketekunan dia bertahan seorang dan berkata ”Saya gak yakin kalo rejeki saya disini cuma sampai kayak gini” dan alhamdulillah akhirnya dia sudah bisa membuktikannya sekarang. Sekali lagi barakallah, ikut seneng banget diri ini.